Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (2): Komunitas burung Jatimulyo dan habitatnya

by - February 17, 2021

 
 
Tulisan ini menjadi bagian kedua dari lima tulisan Faradlina Mufti yang memaparkan seluk-beluk penelitian tesisnya “Struktur Komunitas dan Upaya Konservasi Burung di Desa Jatimulyo, Kulon Progo, D.I.Y.”. Mufti melakukan penelitiannya sepanjang 2019 dan kemudian memperoleh gelar Magister of Science dari Universitas Gadjah Mada di penghujung 2020. Sebelum seri tulisan ini, ia berbagi sepenggal kesan dalam Minggu pagi minum kopi di Jatimulyo.

Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (1): Ketertarikan meneliti Jatimulyo

Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (3): Upaya konservasi burung di Jatimulyo

Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (4): Persepsi masyarakat Jatimulyo terhadap konservasi burung 

Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (5): Hubungan antara komunitas burung, upaya konservasi, dan persepsi masyarakat Jatimulyo

Berdasarkan pengamatan, kekayaan burung di Jatimulyo mencapai 77 jenis. Keberadaannya tersebar pada tujuh macam kawasan agroforestri dan dua tipe habitat. Tujuh macam kawasan agroforestri ini adalah kebun cengkeh, kebun sengon, kebun ketela karet, kebun tebu, kebun coklat, kebun campuran, dan sawah. Dua tipe habitat yang termaksud berupa tepi sungai dan pekarangan.

Jumlah jenis burung tertinggi ditemukan pada habitat kebun cengkeh, mencapai 41 spesies. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh jumlah titik hitung dan karakteristik habitat. Kebun cengkeh mempunyai jumlah titik hitung yang paling banyak, yakni 22 titik hitung. Ini menggambarkan bahwasanya lahan kebun cengkeh di Jatimulyo cukup luas, bahkan mendominasi.

Karakteristik kebun cengkeh juga ikut andil dalam mempengaruhi jumlah jenis burung yang ditemukan. Kondisinya cukup berbeda dibanding dengan tipe habitat yang lain. Karakteristik pohon cengkeh memberi ruang yang cukup besar untuk vegetasi lain tumbuh. Secara morfologi, cengkeh bertajuk mengerucut dari bawah ke atas; ukuran daun relatif kecil. Kemudian, ada ruang kosong antara dasar lantai hutan dan cabang pertama (hingga rentang 2-3 m). Karakteristik tersebut mampu memberi ruang untuk sinar matahari menembus sampai lantai hutan. Ruang antara dasar lantai hutan sampai cabang pertama itu kemudian terisi oleh bermacam vegetasi tumbuhan bawah, semak belukar dan herba yang tumbuh dan berkembang. Keberadaannya menjadi habitat bagi burung semak dan strata bawah.

Namun demikian, berdasarkan Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener, nilai tertinggi ada pada habitat kebun sengon. Sedikit berbeda dengan jumlah kekayaan jenis tertinggi yang tercatat pada kebun cengkeh. Hal ini, menurut saya, selain disebabkan dari luasnya area kebun sengon, keberadaannya pun tersebar secara tidak teratur. Kebun sengon juga menjadi area mencari makan favorit bagi koloni burung sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus). Sementara, pada kebun cengkeh jarang ditemukan burung yang mencari makan secara berkoloni.

Berdasarkan indeks kelimpahan, walet linci (Collocalia linchi), burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis), dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus) menjadi tiga jenis dengan nilai kelimpahan tertinggi. Menurut saya, ini dipengaruhi oleh toleransi jenis-jenis tersebut terhadap variasi habitat, ketersediaan pakan yang melimpah dan kemampuan mereka dalam reproduksi.

Komposisi jenis burung berdasarkan tipe pakan (feeding guild), saya bagi menjadi tujuh, yaitu: insectivore (pemakan serangga); piscivore (pemakan ikan); frugivore (pemakan buah); granivore (pemakan biji-bijian); nectarivore (penghisap madu); carnivore (pemakan daging) dan omnivore (pemakan segala). Insectivore mempunyai persentase komposisi tipe pakan burung tertinggi. Tingginya persentase ini dipengaruhi variasi tipe habitat di Jatimulyo.

*Foto dokumentasi Kelik Soeparno

 

You May Also Like

0 comments