Adopsi Sarang, Program Konservasi Burung Unggulan dari Jatimulyo (2)

by - July 04, 2021


Teks dan foto oleh Imam Taufiqurrahman

Program adopsi sarang bertujuan untuk melindungi burung dan habitatnya dari ancaman kepunahan. Namun, tentu tujuannya tak hanya itu. Selain memiliki manfaat secara ekologi, terdapat pula manfaat ekonomi yang dapat dirasakan masyarakat Jatimulyo dari kegiatan konservasi ini. 

Bahkan, masyarakat Jatimulyo sebagai pemilik lahan sekaligus penanggung jawab program, menjadi pihak yang paling mendapatkan keuntungan. Bagaimana itu bisa dijalankan?

Latar belakang dari program adopsi adalah menjawab tantangan agar burung yang dibiarkan bebas di alam juga memiliki nilai ekonomi langsung. Bila dulu, sebelum perdes berlaku, nilai ekonomi tersebut didapat masyarakat dari mengambil burung. Namun, nilai ekonomi itu tidak bisa diperoleh lagi karena adanya larangan dan sanksi. Adopsi sarang kemudian menjadi langkah solusi. 

Lewat adopsi sarang, masyarakat akan menerima insentif dana dari pengadopsi sebagai bentuk apresiasi atas upaya penjagaan dan pelestarian yang dilakukan. Ada banyak pihak di masyarakat yang akan memperoleh insentif tersebut. 

Pertama, pemilik lahan. Ia akan mendapat insentif saat ada jenis burung target adopsi bersarang di lahannya. Pemilik lahan inilah si pemilik burung berikut sarangnya. Dan apresiasi diberikan atas usaha sang pemilik lahan mempertahankan habitat di lahannya tetap terjaga sehingga burung mau bersarang, merasa aman, dan terlindung.

Pihak kedua adalah penemu sarang. Ia bisa saja si empunya lahan. Namun, tidak selalu demikian. Penemu sarang biasanya adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman khusus dalam menemukan sarang yang kerap tersembunyi. Butuh usaha tersendiri untuk itu. Sementara pemilik lahan sering kali menjadi pihak yang tidak tahu-menahu akan adanya burung bersarang di lahannya. 

Sebelum perdes berlaku, burung yang bersarang tidak dianggap sebagai hak milik siapa pun. Padahal, sebagaimana cengkeh, kelapa, kapulaga, dan berbagai jenis komoditas yang ditanam oleh seseorang di lahannya, itu semua ada pemiliknya. Burung yang bersarang di lahan juga harus dipandang demikian. Sehingga, siapa pun tidak boleh mengambil karena menjadi hak milik dari si empunya lahan.

Pihak selanjutnya adalah RT/RW tempat lokasi sarang ditemukan. Tujuannya, agar komunitas umum bisa mengetahui dan merasakan juga manfaat dari membiarkan burung di alam. Pihak RT/RW mengalokasikan dananya untuk kas, yang dapat dibelanjakan untuk keperluan bersama. 

Pihak keempat di masyarakat yang mendapat insentif dana adalah KTH Wanapaksi selaku pengelola program. Selain untuk kas, dana tersebut digunakan untuk operasional program, seperti membangun bilik persembunyian untuk memantau perkembangan burung bersarang dan pemasangan papan informasi adopsi.

Berjalannya program adopsi ini sangat bergantung dari adanya masyarakat luas yang menjadi pengadopsi atau orang tua asuh. Pengadopsi menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan karena memberi suntikan dana yang akan dibagikan ke para pihak di masyarakat itu. Tentu pengadopsi tidak akan jadi pemilik burung, namun ia menjadi pihak yang turut berperan serta dalam usaha penyelamatan. 

Inilah yang menjadikan program adopsi sarang unggul dalam upaya penyelematan burung di alam. Pertama, karena memberi kebermanfaatan yang berimbang, baik ekologi maupun ekonomi. Kedua, kegiatan ini hanya akan berjalan ketika banyak pihak terlibat. Ada masyarakat setempat sebagai pemilik lahan, program, sekaligus yang mendapat manfaat. Ada pihak pendonasi yang berderma, memberi santunan dan apresiasi dalam upaya penyelamatan. Selanjutnya, ada lembaga konservasi dan pemerintah desa yang terus mengawasi serta mendampingi jalannya program.    

Anda yang tertarik dan ingin terlibat sebagai pendonasi, dapat menghubungi KTH Wanapaksi melalui Andri sebagai narahubung di 081229914791.

 

You May Also Like

0 comments