Cerita pegiat (1): Supangat

by - February 15, 2023

Penulis: Supangat | Penyunting: Sidiq Harjanto


Perkenalkan, namaku Supangat. Aku lahir dan besar di Pedukuhan Gunungkelir, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo. Sehari-hari, aku adalah seorang terapis. Selain menekuni profesi penyehat tradisional, aku orangnya suka belajar. Aku belajar banyak hal. Ketika semua bisa bermanfaat untuk diri sendiri bahkan orang lain, kenapa tidak?

Kebetulan, di dusun kami ada perkumpulan orang-orang yang peduli dengan lingkungan, terutama pelestarian burung di alam. Aku langsung tertarik untuk ikut ngumpul. Kegiatan itu diinisiasi oleh Kelik Suparno dan kawan-kawannya sejak 2015 lewat usaha Kopi Sulingan. Tak lama kemudian, aku bergabung. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini berkembang menjadi Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi. Kegiatan utamanya adalah pelestarian burung dan pengembangan hutan rakyat.

Satu hal yang kurasakan setelah aktif di kegiatan konservasi adalah aku jadi lebih menyadari pentingnya kepedulian terhadap keanekaragaman hayati (kehati). Banyak juga kegiatan mahasiswa dan peneliti. Aku bisa bertemu banyak orang yang berbeda sehingga memperluas pengetahuan dan pertemanan.


Seekor induk burung cucak kuning sedang memberi makan anaknya, salah satu foto karya Supangat.

Satu kenangan yang tak terlupakan bagiku adalah saat acara Pertemuan Pengamat Burung Indonesia pada tahun 2018. Aku diharuskan bercerita di forum pertemuan itu. Berbicara di depan banyak orang.  Perasaan panik, grogi, demam panggung, campur-aduk pokoknya. Masalahnya, aku belum pernah bicara di depan forum sebesar itu.

Aku juga tak tahu harus berbicara tentang apa. Akhirnya, aku bicara tentang pemanfaatan tanaman-tanaman untuk kesehatan. Kucontohkan kencur, misalnya, bisa bermanfaat untuk pencernaan kita. Blas, ora nyambung karo manuk! 'Beda jalur' dengan tema kegiatan, biar saja. Yang penting aku berani.

Pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman itu adalah: “Perang yang paling sulit adalah melawan pikiran kita sendiri”. Belum dijalani sudah bilang tidak mampu, tidak bisa. Alhamdulillah, aku bisa melawan pikiranku sendiri. Sejak saat itu, aku jadi jauh lebih percaya diri berbicara di depan banyak orang. “Dulu malu-malu, sekarang malu-maluin,” begitu gurauan kawan-kawanku.  

Harapanku, semoga ke depan semua masyarakat lebih peduli lagi, punya rasa memiliki dan menjaga kehati, termasuk burung-burung yang ada di lingkungan sekitar kita. Ketika kita berbuat baik ke alam, hal baik akan diberikannya kepada kita. Salam lestari.

Foto dok. pri. Supangat

You May Also Like

0 comments